2002.
Kelas 2 SMA, sejak punya Supernova cetakan kedua, hadiah dari cinta pertama saya, saya mulai menulis puisi. Banyak. Banyak sekali.
karena cinta pertama juga, saya mengalami patah hati hebat pertama kalinya, saya tak tahu kalau kehilangan bisa segitu menohoknya. Dan lebih menyakitkan lagi karena saya harus bertemu dia, setiap hari, di kelas yang sama. Saya belajar mengatasi tangis dengan hal lain : menulis. Kata-kata yang sebelumnya cuma jadi penyampai rasa, sekarang punya lebih banyak makna. saya sebelumnya tak tahu, saya punya kemampuan mengunyah bahasa jadi punya banyak rasa ; sakit, bahagia, super sakit atau super bahagia.
Sampai Ibu Sudarsah, guru Bahasa Indonesia kami, membukakan satu lagi passion saya : menciptakan lagu.
Waktu beliau memberikan tugas musikalisasi puisi, saya tahu betul apa yang ingin saya tulis, dan apa yang harus cinta pertama saya dengar :
Antara kau dan aku
Seribu janji tak cukup nyaliTak bisa kutorehkan luka kepalsuan iniSeperti dia pernah lakukan padakuTak bisa kuberikan, ceria iniSampai dia kembalikan hatiku kemariAntara kau dan akuBelum bisa ada, jalinan kenanganAtau kau masih mampu, berdiri menopangkuJika kau sanggup mendongak ku kan menimpaliTapi bukan penggalan,Detik, menit ini
Reff :Tunggu aku disanaBawakan aku setangkai mawar merahDan hiasi dengan, kegalauan asaPenggalan waktu itu hanya aku milikmuYang bangun Kerajaan CeriaDi hadapan gurun kematian detik, jam dan menitAtas awan yang menggiring melangitPergilahKe jelita gilamu sendiriBukan ku yang harus kau hiasi
akhir semester itu, Sahabat saya, yang juga sahabat dia, menyatakan cintanya untuk saya. menggenapi peran di puisi itu. Saya tak bisa memberikannya hati yang tak pernah dikembalikan cinta pertama saya. dan saya sadari, bagian hati itu tak akan pernah kembali lagi.Ini lagunya, enjoy :
Antara Kau dan Aku