Sunday, April 21, 2013

[PART ONE] Tentang Ibu



Hari ini hari Kartini. The day when Indonesian woman celebrate their freedom to choose and their right as human being. Gw salut sama R.A Kartini yang pada zaman itu udah memperjuangkan hak pendidikan buat wanita dengan mendirikan sekolah. Menuntut perempuan supaya bebas menentukan pilihannya buat masa depan sendiri. Karena sampai tahun 2013 ini, di belahan dunia sana, masih banyak perempuan yang tertindas sama norma sosial dan jadi mahluk kelas rendah yang nggak punya hak.

Ironisnya, hari ini gw justru punya BEBAN buat membuka layer tentang ke-perempuan-an ini di level IBU dan ISTRI. 2 peran yang membedakan perempuan “saja” dengan perempuan LUAR BIASA.

Gw punya deadline. 3x24 jam lagi. Buat menemukan layer terdalam ini dan ngebungkusnya jadi strategi yang ciamik. Masalahnya adalah, GW BAHKAN NUTUP MATA buat hal ini. Hal ini yang disebut P_E_R_N_I_K_A_H_A_N dimana punya anak disana adalah K_O_N_S_E_K_U_E_N_S_I.

Tuhan punya strategi buat bikin gw mikirin tentang ini. Dikejar lewat norma sosial gw bisa tutup kuping, eh Tuhan mempertemukan gw dengan hal ini di kerjaan. “Bensin” gw buat tetap jadi TYA. Mau nggak mau gw stuck dengan kenyataan buat membuka layer ini satu per satu.

Syukurnya, gw punya IBU.
Dan dari sanalah gw akan mulai perjalanan ini. Perjalanan buat menguak pertanyaan penting :  apa yang paling membahagiakan buat IBU


I have a SUPER WOMAN mom.

Ibu menikah umur 24 tahun, dan punya anak pertama –gw- di usia 25 tahun. Ibu adalah anak sulung dari 6 bersaudara. Sejak kecil diurus oleh neneknya bukan ibu kandungnya (karena adiknya banyak). Sebagai Taurus, anak pertama dan hidupnya nggak mudah, Ibu adalah orang yang keras kepala. Untung hal itu dibalut perawakan yang “perempuan banget”, jadilah Ibu perawat baik hati yang mempesona banyak pria. Sampai Ibu ketemu Bapak. Mereka jatuh cinta dan LDR Bandung-Semarang, sampai akhirnya menikah.

Ibu melepas karirnya sebagai calon PNS di RS Karyadi Semarang, demi Bapak (Mungkin sebenarnya demi keluarga impiannya). Ibu melewatkan tahun pertama dengan kehamilannya, jauh dari Suami. Saat itu Bapak kerja di Bandung, dan Ibu di Ambarawa. Dan lahirlah Rezki Jatianing Warni ini di akhir tahun 1986 itu. Dimulailah perjalanannya sebagai manusia yang baru.

Anak pertama. Bayi pertama yang cengeng dan nyebelin. Entah berapa kali mungkin Ibu terpikir menyesal di usia yang sangat muda, sold her soul to this little devil. Ibu dan Bapak langsung mandiri, punya rumah sendiri walaupun ngontrak. Dan tumbuhlah tya kecil dengan bahagia, punya segalanya yang diimpikan anak seusianya. Tiap tahun ada pesta setiap 4 Nov, punya sepeda roda tiga, perhatian orang tua sepenuhnya.. sampai kutu kupret ini datang, Rizky Nawang Diandini, lahir 1990. Dan tya kecil jadi kakak, yang harus sayang sama adiknya. Waktu Kiki umur 2 tahun, akhirnya kami sekeluarga pindah ke rumah sendiri. Rumah kecil tipe 21 KPR BTN yang dibangun sedikit demi sedikit. Ibu masih ketawa kalau ceritain gimana tya kecil bolak balik bantu ngangkut semen, dengan ember kecilnya sendiri. Kiki masih nenen.

Sampai kemudian keajaiban itu datang. Ibu hamil lagi ketiga kalinya, 4 tahun setelah Kiki lahir, dan 8 tahun setelah tya lahir. Ibu 32 tahun, ini mungkin kesempatan terakhirnya buat melahirkan anak laki-laki, yang selalu diimpiin Bapak. Dan Tuhan sayang banget sama keluarga kami, seorang anak laki-laki lahir tahun itu. Rian Jatiawang, yang sebenarnya kepanjangan dari RIjatmoko ANna JAtianing naWANG.

3 orang anak, 2 sudah bersekolah dengan rumah yang belum lunas. Di tahun 1998 Ibu akhirnya memutuskan kerja lagi. Tya SMP masih ingat betapa sedihnya tiap pagi kalau Ibu berangkat kerja. Drama drama drama. Rian kecil nangis karena harus diurus pembantu. Kiki di pojokan, makan. Kadang gw heran tu orang punya perasaan nggak sih.

Dan kehidupan pun perlahan membaik, dari mulai kulkas, TV lebih besar, tempat tidur sendiri, dan mobil mungil. Bapak sering ngajak kami bertiga lihat pesawat sambil nunggu Ibu pulang kerja di hari Minggu., dan kami akan nunggu berjam-jam denger cerita Bapak di dalam mobil tanpa AC itu. Dan Kami sepakat, nggak ada yang lebih enak dari masakan Ibu. Walaupun capek tapi setiap pagi Ibu masih masakin esreng-esreng, nasi goreng tanpa kecap yang enak banget.

Sampai kemudian Ibu diberhentikan dari pekerjaannya karena perekonomian sedang buruk. Nggak cukup disitu, Bapak juga diPHK tahun 2002. It’s painful and one of my worst part of life. Hubungan Ibu & Bapak memburuk dan mereka sering sekali bertengkar. Sampai Ibu akhirnya memutuskan harus ambil tindakan. Ibu akhirnya berjualan makanan kecil-kecilan, dibantu bapak yang bertugas belanja setiap paginya. I woke up at 2 AM and knew that they went. They work really really hard, and it’s painful to remember. 

...... bersambung

No comments:

Post a Comment

feel free to feedback :)