Demam tinggi dan
sendirian di kamar kos adalah kutukan untuk setiap pendatang di Jakarta. Tak
ada keluarga yang bisa membelikanmu obat. Aku mengutuk diri sendiri kenapa
sampai sakit.
Sudah 2 hari tak
ada kabar darimu. Seperti biasa, menjelang pitching penting biasanya kau tak
mau diganggu. Mengisolasi diri di ruangan dengan setumpuk puntung rokok dan
bergelas-gelas bir. Pesanku yang terakhir “aku sakit” tidak terkirim.
Tipe pria penggila
kerja biasanya seksi di mataku. Bukan karena kesibukannya, tapi passion yang
bisa kulihat, energi dan keseriusan yang menurutku harus dimiliki pria manapun.
Aku penggila kerja, semata-mata karena aku suka pekerjaanku. Dan ingin tumbuh
bersama jiwa semangat dan passion yang sama.
Dan itu juga
sebabku sakit. Aku terlalu banyak lembur. Mengerjakan hal-hal yang seharusnya
bisa ditunda. Sudah kuduga aku tak bersahabat dengan AC di atas jam 12 malam.
Dan aku melakukannya 3 hari berturut-turut.
“Mbak! Mbak” pintu
kamarku diketuk
aku menyeret diri
ke depan pintu dan membukanya. Ada Mbak Siti, penjaga kosan, membawa pesan.
“ada tamu Mbak”
katanya
aku segera memakai
jaket dan bergegas keluar. Tak mengharapkan tamu, dan siapa yang merasa bisa
datang tanpa memberi tahu. Persis saat aku membuka pintu depan, kau memasuki
pagar sambil membawa …. Air mineral galon.
….. aku hanya
bengong melihatnya datang , sambil membawa bukan cuma 1 tapi DUA air mineral
galon.
“langsung dibawa ke
kamar aja ya?” tanpa menunggu aba-aba kau memasuki rumah dan langsung menuju
kamar. Mbak Siti masih menunggu di depan pagar, juga bengong karena ini jam 10
malam.
Aku menatap
punggungmu yang baru saja selesai menerbangkan galon kedua ke kamarku. Aku
bersender di pintu yang terbuka. Belum berkata apa-apa. Masih heran ada orang
yang 2 hari tanpa kabar, sekarang ada di kamarku jam 10 malam, mengantar 2
galon air mineral.
Kau menghampiriku,
menempelkan tangan di keningku.
“you will be just
fine” katanya sambil sibuk mencari sesuatu di saku celana.
Kau mengeluarkan
sachet berwarna kuning. Dia keluarkan semuanya di atas mejaku, 1,2,5,8,10, DUA BELAS sachet Tolak Angin. Aku masih kehabisan kata-kata.
“I’m sorry I can’t
be here when you sick. But they will.” Katamu menunjuk tumpukan sachet itu.
“istirahat ya..
cepet sembuh” kau mencium pipiku pelan. Dan langsung menuju keluar.
Rasanya marah.
Rindu.
Marah.
Rindu.
Aku bergegas keluar
dan menemuinya sebatas pagar. Kau sudah di dalam mobil. Kau membuka jendela
memandangiku. Tanpa suara aku ucapkan kata itu “I love you”, kau membalasnya
dengan gerakan bibir juga “I love you too..” dan mobilmu bergegas pergi,
kembali ke kantor atau entah kemana.
Aku kembali ke
kamar dan memandangi selusin Tolak Angin itu sedih. bagiku tak ada yang lebih
baik selain 30 menit bersamamu, tapi Tolak Angin ini rasanya cukup saat ini. Aku
mengirim pesan “udah diminum Tolak Anginnya. Makasih ya bodoh” terkirim dan
terbaca, tapi tanpa balasan.
=================================
sambil mengigil
lemah aku meminum 2 Tolak Angin. Ini obat wajib di apotik pribadiku. Entah
sekarang atau malam hari 4 tahun lalu, rasanya masih sama. Pahit, tapi hangat,
dan ada kamu di dalam sana.
Miss you too.
No comments:
Post a Comment
feel free to feedback :)