Friday, May 10, 2013

#whatiremember Tolak Angin


Demam tinggi dan sendirian di kamar kos adalah kutukan untuk setiap pendatang di Jakarta. Tak ada keluarga yang bisa membelikanmu obat. Aku mengutuk diri sendiri kenapa sampai sakit.

Sudah 2 hari tak ada kabar darimu. Seperti biasa, menjelang pitching penting biasanya kau tak mau diganggu. Mengisolasi diri di ruangan dengan setumpuk puntung rokok dan bergelas-gelas bir. Pesanku yang terakhir “aku sakit” tidak terkirim.

Tipe pria penggila kerja biasanya seksi di mataku. Bukan karena kesibukannya, tapi passion yang bisa kulihat, energi dan keseriusan yang menurutku harus dimiliki pria manapun. Aku penggila kerja, semata-mata karena aku suka pekerjaanku. Dan ingin tumbuh bersama jiwa semangat dan passion yang sama.

Dan itu juga sebabku sakit. Aku terlalu banyak lembur. Mengerjakan hal-hal yang seharusnya bisa ditunda. Sudah kuduga aku tak bersahabat dengan AC di atas jam 12 malam. Dan aku melakukannya 3 hari berturut-turut.

Mbak! Mbak” pintu kamarku diketuk
aku menyeret diri ke depan pintu dan membukanya. Ada Mbak Siti, penjaga kosan, membawa pesan.
“ada tamu Mbak” katanya

aku segera memakai jaket dan bergegas keluar. Tak mengharapkan tamu, dan siapa yang merasa bisa datang tanpa memberi tahu. Persis saat aku membuka pintu depan, kau memasuki pagar sambil membawa …. Air mineral galon.

….. aku hanya bengong melihatnya datang , sambil membawa bukan cuma 1 tapi DUA air mineral galon.
“langsung dibawa ke kamar aja ya?” tanpa menunggu aba-aba kau memasuki rumah dan langsung menuju kamar. Mbak Siti masih menunggu di depan pagar, juga bengong karena ini jam 10 malam.

Aku menatap punggungmu yang baru saja selesai menerbangkan galon kedua ke kamarku. Aku bersender di pintu yang terbuka. Belum berkata apa-apa. Masih heran ada orang yang 2 hari tanpa kabar, sekarang ada di kamarku jam 10 malam, mengantar 2 galon air mineral.

Kau menghampiriku, menempelkan tangan di keningku.
“you will be just fine” katanya sambil sibuk mencari sesuatu di saku celana.

Kau mengeluarkan sachet berwarna kuning. Dia keluarkan semuanya di atas mejaku, 1,2,5,8,10, DUA BELAS sachet Tolak Angin. Aku masih kehabisan kata-kata.

“I’m sorry I can’t be here when you sick. But they will.” Katamu menunjuk tumpukan sachet itu.
“istirahat ya.. cepet sembuh” kau mencium pipiku pelan. Dan langsung menuju keluar.

Rasanya marah. 
Rindu. 
Marah. 
Rindu.

Aku bergegas keluar dan menemuinya sebatas pagar. Kau sudah di dalam mobil. Kau membuka jendela memandangiku. Tanpa suara aku ucapkan kata itu “I love you”, kau membalasnya dengan gerakan bibir juga “I love you too..” dan mobilmu bergegas pergi, kembali ke kantor atau entah kemana.

Aku kembali ke kamar dan memandangi selusin Tolak Angin itu sedih. bagiku tak ada yang lebih baik selain 30 menit bersamamu, tapi Tolak Angin ini rasanya cukup saat ini. Aku mengirim pesan “udah diminum Tolak Anginnya. Makasih ya bodoh” terkirim dan terbaca, tapi tanpa balasan.

=================================

sambil mengigil lemah aku meminum 2 Tolak Angin. Ini obat wajib di apotik pribadiku. Entah sekarang atau malam hari 4 tahun lalu, rasanya masih sama. Pahit, tapi hangat, dan ada kamu di dalam sana.

Miss you too.

No comments:

Post a Comment

feel free to feedback :)